Dapatkah ukuran Penis diperbesar ?

(anton.smc@gmail.com)

Banyak pasien pria dewasa yang berkunjung ke dokter menanyakan “Apakah ukuran penis saya normal, dok ?”. Ukuran normal tidaknya mengacu pada referensi yaitu dikatakan mikropenis bila -2,5 SD untuk usia tanpa disertai kelainan struktur seperti hipospadia.
Tabel rerata ukuran panjang penis (cm) : (Lihat bagian "MIKROPENIS")













Pada usia dewasa setelah melewati akhir masa puber, ukuran penis seorang pria TIDAK DAPAT dibesarkan lagi. Yang dapat dilakukan hanya secara KOSMETIK / AESTETIK saja. Misalnya dilakukan operasi untuk menurunkan ligamen yang menggantung penis, sehingga penis letaknya lebih bawah maka akan TAMPAK ukuran penis lebih panjang (tanpa penambahan ukuran).

Cara lainnya yang ditempuh misalnya suntik silikon cair, suntik kolagen. Cara ini dalam jangka pendek secara kosmetik akan tampak hasil yang memuaskan namun jangka panjang justru sangat merugikan. Hal ini terkait zat / bahan tersebut akan menetap di tubuh (permanen), tidak dapat diserap kembali, dan akan mengikuti gaya gravitasi. Sebagaimana diketahui penis seorang pria tentu mengalami ereksi sehingga penis menjadi tegak, panjang dan keras, maupun keadaan flaccid yang berupa penis lemas, mengkerut dan kecil, selain itu juga dipergunakan untuk hubungan suami istri yang akan memberikan stressing bagi anatomi penis tersebut. Dalam jangka panjang akan memberikan masalah yang jauh lebih besar seperti perubahan tampilan penis yang buruk, bahkan penis tersebut tidak dapat dipergunakan lagi untuk koitus.

Cara lain yang ditempuh adalah dengan menyuntikkan zat / bahan yang akan dapat diserap kembali oleh tubuh (temporer) dalam jangka waktu tertentu (sekitar 1,5 sampai 2 tahun), bersifat hipo alergi yang akan mengurangi efek yang merugikan seperti penyuntikan silikon ataupun kolagen. Penyuntikan tersebut terbaik pada glans penis (bagian ujung penis) hal ini akan memberikan efek kosmetik yang baik bagi pasien.



Ukuran penis seorang laki-laki dapat diperbesar bila dilakukan diterapi yang tepat pada usia anak-anak, PENAMBAHAN UKURAN PENIS DAPAT MAKSIMAL BILA DITERAPI PADA USIA SEBELUM PUBER. Hal yang perlu diperhatikan adalah deteksi dini dengan mengukur penis pada usia anak – anak.

Standar pengukuran penis adalah Strecthed Penile Length (SPL). Panjang penis diukur dari basis penis sampai ujung glans, tanpa mengukur preputium. Basis penis didapatkan dengan menekan lemak suprapubik dengan menyandarkan penis pada sebuah penggaris yang kaku atau spatula kayu. Penggaris atau spatula kayu yang diletakkan pada bagian ventral penis secara vertikal, ditekan sampai teraba simpfisis pubis. Penis kemudian ditarik sejauh mungkin (stretched) secara vertikal. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dan reratanya digunakan sebagai hasil pengukuran panjang penis.
Bila ukuran penis dibawah rata-rata tapi ukuran penis belum -2,5 SD maka disebut PENIS KECIL, bila kurang dari -2,5 SD baru disebut "MIKROPENIS".












Jadi, penambahan ukuran penis pada usia sebelum pubertas akan memberikan hasil yang memuaskan. Namun bila telah melewati masa akhir puber maka penambahan ukuran tidak dapat signifikan lagi, yang dapat dilakukan hanya secara kosmetik saja.




Sindrom Defisiensi Testosteron Pada Pria Usia Lanjut (Andropause)

Kasus :
Seorang laki-laki berumur 55 tahun datang pada tanggal 13 Mei 2008 dengan keluhan ereksi tidak maksimal sejak 1 tahun yang lalu. Libido biasa, frekuensi koitus 1 kali seminggu. Riwayat penyakit hepatitis A, dislipidemia, dan sindrom dispepsia. Obat yang diminum dalam 3 bulan terakhir mylanta, lipitor, viagra, cialis dan emperor kapsul. Penggunaan “obat kuat” tidak menolong mengatasi keluhan fungsi ereksi. Ejakulasi sedang. Morning erection masih ada setiap pagi. Skor IIEF5 = 5,5,5,3,2. Riwayat psikologis : tidak ada masalah hubungan psikologis dengan istri, tidak sering beda pendapat dengan istri, masih tertarik secara seksual dengan istri, tidak mempunyai pasangan lain, istri kooperatif dengan terapi DE, menurut pasien penyebab DE adalah banyak urusan bisnis dan ada kasus hukum.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum baik, TB 170.5 cm, BB 77.5 kg, lingkar perut 94 cm, panjang penis 9 cm, lingkar penis 8,5 cm. Tensi 120/80 mmHg, torak : Cor / Pulmo dbn, tidak ada ginekomastia, abdomen dbn.
Status Andrologis : Volume testis 12/10, konsistensi : kenyal / kenyal, epididymis dbn, tidak ada varikokel, tidak ada pyronie, reflek bulbo positif, tidak ada BPH.
Hasil laboratorium : GDP 108 mg/dl , kolesterol total 130 mg/dl, LDL 164 mg/dl, HDL 32 mg/dl, TG 219 mg/dl , UA 6.1 mg/dl, testosteron 315.3 ng/dl , PSA 0.46 ng/dl .
Diagnosis Kerja : Disfungsi ereksi campuran organik ringan-psikogenik, SDT, metabolik sindrom. Terapi : Modifikasi life style, olahraga, sildenafil sitrat (Viagra) 1x25 mg setiap hari, injeksi TU (nebido) 1000 mg (im). Saran kontrol lagi 6 minggu, cek lab lengkap.

Follow Up :
Tanggal 10 Juli 2008 : Datang untuk kontrol, ereksi sudah baik, bila menggunakan Viagra 25 mg koitus dapat selesai sekitar 5 menit, merasakan penis bertambah panjang, PF : TD : 120/80 mmHg. Diagnosis kerja : Disfungsi ereksi campuran organik ringan - psikogenik (perbaikan), SDT, metabolik sindrom. Terapi : Modifikasi life style, olah raga, sildenafil 1x25 mg setiap hari, injeksi TU 1000 mg (im). Saran kontrol lagi 3 bulan, cek lab lengkap.
Tanggal 14, 15 Oktober 2008 : Datang kontrol, ereksi sudah baik, bila menggunakan Viagra 25 mg koitus dapat selesai sekitar 5 menit, merasakan penis bertambah panjang, Hasil Pemeriksaan lab : Hb 16.9 mg/dl, Ht 49 %, GDP 102 mg/dl, SGOT 25/ PT 34 mg/dl, Cr 1.1 mg/dl, kolesterol total 152 mg/dl, LDL 88.7 mg/dl, HDL 32.9 mg/dl, TG 152 mg/dl, Testosteron 523.7 ng/dl. Diagnosis kerja : Disfungsi ereksi campuran organik ringan - psikogenik (perbaikan), SDT, metabolik sindrom. Terapi : Modifikasi life style, olah raga, sildenafil 1x25 mg setiap hari, injeksi TU 1000 mg (im). Saran kontrol lagi 3 bulan, cek lab lengkap.
Tanggal 20 Januari 2009 : Datang untuk kontrol, IIEF 5 = 5,4,5,5,5. EHS = 3. Lab : GDP 107 mg/dl, SGOT 27/PT 36 mg/dl, kolesterol total 175 mg/dl, LDL 164 mg/dl, HDL 38 mg/dl, TG 224 mg/dl, testosteron 508 ng/dl, PSA 0.61 ng/dl. Diagnosis kerja : Disfungsi ereksi campuran organik ringan - psikogenik (perbaikan), SDT, metabolik sindrom. Therapy : Modifikasi life style, olah raga, licotens 1x1, sildenafil 1x25 mg setiap hari, injeksi TU 1000 mg (im). Saran kontrol lagi 3 bulan, cek lab lengkap.
Tanggal 28 Mei 2009 : Datang untuk kontrol, migrain kambuh, ereksi menurun. Lab : GDP 104 mg/dl, LDL 103 mg/dl, HDL 31 mg/dl, TG 130 mg/dl, testosteron 397 mg/dl. Diagnosis kerja : Disfungsi ereksi campuran organik ringan - psikogenik (perbaikan), SDT, metabolik sindrom. Terapi : Modifikasi life style, olah raga, licotens 1x1, levitra 1x10 mg (p.r.n), injeksi TU 1000 mg (im). Saran kontrol lagi 3 bulan, cek lab lengkap.

Tinjauan Pustaka :
Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan yang menetap atau berulang untuk mendapatkan dan mempertahankan ereksi untuk melakukan aktivitas seksual yg memuaskan.
Kadar testosteron yang rendah dihubungkan dengan sentral obesitas, metabolik sindrom, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, dan disfungsi ereksi. Respon ereksi pada manusia secara sentral dan perifer diregulasi oleh androgen.
Pertumbuhan phallus pada masa fetus dan selanjutnya tergantung pada konsentrasi testosteron dan DHT di jaringan dan densitas reseptor androgen. Pada tingkat cerebral, testosteron menstimulasi sintesis, penyimpanan dan pengeluaran neurotransmitter pro ereksi seperti dopamin, NO dan oksitosin. Pada tingkat spinal motoneuron somatis di otot bulbocavernosa dan ischiokavernosa adalah tergantung testosteron.















Pada korpus kavernosum, testosteron mempengararuhi ekspresi eNOS pada endotel dan smooth muscle pada korpus kavernosus. Pada penelitian hewan coba menunjukkan bahwa testosteron memiliki efek relaksasi pada otot polos kavernosa dengan menurunnya testosteron akan meningkatkan apoptosis otot polos (Porst, Hurtmut et al : 2006, hal. 39)











Pada male aging testosteron tidak hanya penting untuk karakteristik seks sekunder, libido dan potensi, tetapi juga menyebabkan perubahan mood dan fungsi kognitif. Testosteron pada male aging penting untuk kehidupan seksual sebagaimana untuk beberapa fungsi vital. (Nieschlag, et al : 2000, hal.428). Pada pasien diabetes glycated haemoglobin (HbA1c) berkurang sebagai konsekuensi peningkatan sensitivitas reseptor insulin.




















Sentral obesitas terdiri dari adipose tissue yang banyak mengandung estradiol yang mengakibatkan feedback mechanism (-) ke hipofise (LH) yang selanjutnya produksi testosteron oleh sel leydig akan menurun. Fungsi adipocyte sebagai sel endokrin yang memproduksi dan mensekresi adipocytokines/adipokines yang didominasi leptin, dimana reseptor leptin ada di sel leydig dan menginhibisi hipofise (LH) yang selanjutnya kadar testosteron akan menurun.

















IDF Consensus Group di Berlin pada tahun 2005 memberikan pedoman untuk sindrom metabolik, yaitu : Obesitas sentral : Lingkar pinggang orang Eropa ≥ 94 cm, orang Asia > 90 cm. Ditambah 2 dari :
- Peningkatan trigliserida : ≥ 1.7 mmol/L (≥ 150 mg/dl)
- Penurunan kolesterol HDL : < 1.03 mmol/L (< 40 mg/dl)
- Peningkatan tekanan darah : sistolik ≥ 130 mmHg, diastolik ≥ 85 mmHg
- Peningkatan glukosa darah puasa : ≥ 5.6 mmol/L (≥ 100 mg/dl),(atau type 2 diabetes)
Pada beberapa penelitian, pemberian PDE 5 inhibitor tidak selalu memperbaiki fungsi ereksi, dan pemberian testosteron dapat meningkatkan respon terapeutik PDE 5 inhibitor.
Pemberian testosteron juga dapat memperbaiki venous leakage pada korpus kavernosum sebagai faktor penyebab yang sering terjadi pada pria usia lanjut.

Daftar Pustaka :

Balon R, Segraves RT. 2005. Handbook of Sexual Dysfunction. Taylor and Francis. Florida.

Kapoor D, Goodwin E, Channer KS, dan Jones TH. 2006. Testosterone replacement therapy improves insulin resistance, glycaemic control, visceral adiposity, and hypercholesterolemia in hypogonadal men with type 2 diabetes.
Levine TB, Levine AB. 2006. Metabolic Syndrome and Cardiovascular Disease. Saunders Elsevier. Philadelphia.
Lue T. 2004. Clinical Manual of Sexual Medicine - Sexual Dysfunctions in Men. Health Publications Ltd. USA.
Nieschlag E, Behre HM. 2004. Andrology : Male Reproductive Health and Dysfunction. Second Edition. Springer. Berlin.
Porst H, Buvat J, penyunting. Standard Practice in Sexual Medicine. Massachusetts: Blackwell publishing; 2006.
Shabsigh R, Arver S, Channer KS, Earley I, Fabbri A et al. 2008. The triad of erectile dysfunction, hypogonadism and the metabolic syndrome.


Haemospermia (darah dalam semen)

HAEMOSPERMIA atau haematospermia adalah kondisi adanya darah di dalam ejakulat semen (Basu, 2005, Warna coklat kemerahan mengindikasikan adanya sel darah merah (eckardstein et al, 2000. Haematospermia adalah kondisi yang tidak umum, tetapi jarang berupa kondisi serius. Di banyak kasus, penyebab tidak diketahui dan dapat sembuh tanpa diobati.

Penyebab yang diketahui adalah peradangan, infeksi, sumbatan, cedera pada kelenjar prostat atau vesika seminalis, koitus setelah abstinentia lama.

Gejala : Sakit pada saat BAK, Sakit pada saat ejakulasi, Darah dalam urine, Lower back pain (LBP), Demam, Radang di testis / scrotum.

Pemeriksaan Penunjang :

  • UL dan kultur urine, positif kultur 6-29 %, TB 13 %
  • Usia muda : uretritis ( dgn uretral swab)
  • Analisa sperma dan kultur semen
  • PSA
  • Imaging : TRUST, MRI, CT Scan (terbaik u/ Vesika seminalis), Cystourethroscopy (u/ lesi urethra; prostat)

Diagnosis banding :

  • Prostat needle biopsy
  • Inflamasi prostat
  • Hipertensi
  • TB prostat, Vesika seminalis, Vas deferens
  • Calculi prostat dan Vesika seminalis
  • Bleeding disorder
  • Ca Prostat
  • Malignancy Vesika seminalis
  • Varises prostat

Terapi :

  • Diarahkan untuk penyebab yang telah ditemukan
  • Antibiotik bila diperkirakan prostatitis atau inflamasi kelenjar prostat (25 % penelitian menunjukkan haematospermia : prostatitis).

Prognosis :

  • Self limited
  • Kegagalan identifikasi keganasan; manifestasi sistemik haematospermia; konsekuensi legal

Kepustakaan :

  • Basu, SC., 2005. Male Reproductive Dysfunction. Jaypee. New Delhi.
  • Nieschlag, E dan Behre, HM., 2000. Andrologi : Male Reproductive Health and Dysfunction. Second Ed. Springer. Berlin.
  • Papp, GK et al., Aetiology of Haematospermia dalam Andrologia. Vol 35 Issues 5.h. 317-320
  • Schill, WB et al., 2006. Andrologi for the Clinician. Springer. Berlin.Sonnex, Christ., 2007. Sexual Health and Genital Medicine in Clinical Practice. Springer. Berlin.


OligoAsthenozoospermia

Bu Fanya Yth,

OligoAsthenozoospermia mengacu pada konsentrasi sperma < 20 jt/ml dan motilitas sperma grade a < 25 % atau a+b < 50 %.
Paradigma yang baru : analisa sperma tidak dipakai sebagai referensi untuk menentukan dapat punya anak atau tidak, tetapi sperma analisa yang jelek menurunkan peluang untuk memiliki anak. Semakin jelek hasilnya maka peluang juga akan semakin kecil memiliki anak dengan pembuahan alami. Hal ini karena untuk memiliki anak terlibat proses yang sangat komplek baik dari suami, istri dan keduanya.
Analisa sperma adalah "tool" untuk mengevaluasi dan memonitor pengobatan yang diberikan serta menentukan treatment optional apa yang cocok bagi mengatasi masalah infertilitas (misalnya dengan terapi kausal, terapi empirik, perlu pembedahan, atau dengan reproduksi berbantu (Insem, ivf atau ICSI)).
Eksplorasi riwayat infertilitas, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan andrologi: mutlak diperlukan agar didapatkan hasil treatment yang optimal.
Demikianlah, Terima kasih.



Salam,



Anton Darsono
-------------

Azoospermia + Infeksi

Bu Kisti yth,
Azoospermia berarti dalam analisa sperma tidak ditemukan spermatozoa, dengan syarat telah dilakukan sentrifuge terlebih dahulu.
Infeksi pada saluran reproduksi pria disebut MAGI (male accessory gland infection) yaitu bila leukosit >1 juta / ml (WHO). Untuk memgetahui penyebabnya dilakukan kultur semen di laboratorium mikrobiologi kedokteran, agar penanganan dapat dilakukan secara optimal.

Secara matematis Azoospermia tidak dapat menghamili pasangan, manusia hanya dapat berusaha sedangkan yang menentukan adalah Allah yang maha kuasa.
Azoospermia dapat kita kelompokkan menjadi 2, yaitu
1. Obstruktif (ada produksi sperma, namun tersumbat saluran sperma), atau
2. Non Obstruktif (tidak ada sumbatan, sehingga dimungkinkan ada masalah dalam produksi sperma).
Untuk membedakannya dilakukan pemeriksaan fruktosa dan alfa glukosidase semen --> kalau normal berarti tidak ada sumbatan.
Dilakukan eksplorasi produksi sperma, dengan mengetahui apakah ada kerusakan dari testis yaitu hormon FSH (di literatur asing : FSH, LH, Testosteron, Prolaktin),
biasanya kita periksakan hanya FSH.
penanganan Azoospermia obstruktif dengan diambil sperma dengan metode PESA, atau TESA, atau TESE, atau MESA, yang selanjutnya dilakukan ICSI (bayi tabung),
sedangkan FSH kalau normal akan dicoba stimulasi spermatogenesis.
Bila FSH diatas 2x dari nilai normal berarti "primary testicular failure" --> saran yang dapat diberikan hanya adopsi anak.
Demikian. Terima kasih.

Parameter Analisa Sperma

Parameter fisik :
- Koagulasi
- Likuifaksi
- Viskositas
- Volume
- Warna
- Bau
- pH

Pemeriksaan sediaan basah :
- Bentuk secara umum
- Aglutinasi dan sel

Parameter dasar :
- Konsentrasi
- Motilitas
- Morfologi

Tes fungsi sperma :
- Hypo osmotic swelling (HOS) test
- Reaksi akrosom
- Hiperaktivitas motilitas

Tes biokimia :
- Kapasitasi fertilisasi sperma
. Nuclear chromatin decondensasi test
. Aniline blue
. Reactive oxygen species (ROS)
- Inflamasi traktus genitalis pria
. Elastase
- Disfungsi kelenjar aksesori pria
. Fruktosa
. Glukosidase
. Acid phosphatase
. Prostatic specific antigen (PSA)

Bioassay :
- Hemizona assay
. Zona binding dan penetration defects
- Sperm penetration assay
. Reaksi akrosom, fusi dan kondensasi

Lain-lain :
- Staining supravital
- Test antisperma antibody
- Test Kremer

Sumber : Intrauterine Insemination, S G Sindhu,
th penerbitan 2008, hal 26.

pH Semen












Sumber : Wongso, Anton., Infertilitas Pria. Halaman Moeka. 2011.

Daftar Bahan dan Zat Kimia yang merusak Spermatozoa

- Alkohol
- Aluminium
- Gas Anestesi (N2O, enflurane, halothane)
- Arsenik
- Benzene / Benzene hexachlorida (lindane)
- Boron
- Cadmium
- Chlorinated hidrokarbon (PCB, TCDD)
- Cobalt
- Cotinine dari nikotin (rokok)
- Dibromochloropropane (DBCP)
- Fungisida (Captan)
- Herbisida (Dioxine, paraquat)
- Hydrazine
- Insektisida / pestisida (Carbamate, DDT, dieldrin)
- Marijuana / narkotika
- Timbal, mangan, merkuri, metil merkuri, molybdenum, nikel, dll
- Rodensida (flouroacetamide), polycyclic aromatic hidrokarbons (PAHs)
- Radiasi (sinar X) dan zat radioaktif (uranium)

Sumber : Male Reproductive Dysfunction, SC Basu, th penerbitan 2005, hal. 111

Faktor-faktor yang berperan dalam Infertilitas Pria

Langkah pertama dalam menangani infertilitas pria adalah menggelompokkan faktor-faktor penyebab untuk agar memudahkan dalam diagnosis dan penanganan pasien.
Ada 3 kelompok besar yaitu : pre testikular, testikular & post testikular.

A. Pre testikular.
1. Hypothalamic disease-Isolated gonadotrophin deficiency
(Kallman's Syndrome).
2. Isolated LH Deficiency ("fertile eunuch").
3. Isolated FSH deficiency.
4. Cogenital hypogonadotrophic syndromes.
5. Pituitary disease - pituitary insufficiency (tumour,
proses infiltratif, operasi, radiasi), hyperprolactinemia.
6. Haemochromatosis.
7. Exogenous hormones (estrogen-androgen excess,
glucocorticoid excess,hyper- and hypothyroidism.

B. Testikular
1. Chromosomal abnormalities (Klinifelter's syndrome, XX disorder
(sex reversal syndrome), XXY syndrome)dan sperm maturation defects.
2. Nooon's syndrome (male turner's syndrome)
3. Myotonic dystrophy
4. Bilateral anorchia (vanishing testes syndrome) dan cryptorchidism.
5. Sertoli cell only syndrome (germinal cell aplasia)
6. Gonadotoxins (obat-obatan, radiasi).
7. Orchitis (bilateral).
8. Trauma / torsi (bilateral)
9. Penyakit sistemik (gagal ginjal, penyakit hati, sickle cell disease).
10. Defective androgen synthesis or action
11. Varikokel
12. Neoplasma testis



















C. Post testikular
1. Kelainan transportasi sperma dan motilitas.
2. Kelainan kogenital.
3. Kelainan didapat.
4. Kelainan fungsi.
5. Kelainan immunologis.
6. Infeksi.
7. Disfungsi seksual.