Strategi Penanganan Infertilitas Pria

Secara garis besar penanganan infertilitas pada pria meliputi :
1. Terapi konvensional
2. Teknologi reproduksi berbantu

1. Terapi konvensional meliputi : modifikasi gaya hidup, pengobatan kausal, empiris, bedah, konseling.

a. Konseling :
- Menurunkan berat badan
- Menghentikan kebiasaan merokok, alkohol, obat-obatan
- Menghindari terpapar suhu tinggi (sauna, celana ”double”)
- Menghindari zat-zat toksik (pestisida, logam berat)
- Konsumsi makanan bergizi (gizi seimbang)
- Waktu koitus
- Faktor wanita

b. Terapi Kausal :
- Penyakit sistemik
- Infeksi (MAGI)
- Endokrinopati (hormonal)
- Disfungsi ereksi
- Ejakulasi retrograd
- Reaksi imunologik antibodi antisperma

c.Terapi Empiris
- Stimulasi spermatogenesis
- Stimulasi metabolisme sperma
- Meningkatkan fungsi epididymis
- Meningkatkan transportasi sperma

d. Bedah
- Vasoligasi tinggi untuk varikokel
- Vaso-vasostomi untuk penyambungan kembali vas deferens pasca vasektomi
- Epididymo-vasostomi untuk penyambungan epididymis dan vas deferens pada kasus obstruksi di epididymis.
- TURED bila terjadi obstruksi di duktus ejakulatorius.

2. Teknologi Reproduksi Berbantu
Bila dengan terapi konvensional pasutri tersebut belum juga memiliki anak, maka teknologi reproduksi berbantu merupakan pilihan yang tepat. Teknologi Reproduksi berbantu adalah penanganan terhadap gamet (ovum, sperma), atau embrio (konsepsi) sebagai upaya untuk mendapatkan kehamilan dil uar cara alami.



















Terbagi dua kelompok besar, yaitu : Intra-Corporeal dan Extra-Corporeal. Intra Corporeal dapat dibagi menjadi 2, yaitu : Inseminasi ( IUI = Intra Uterine Insemination) dan Gamete Intra Fallopian Transfer (GIFT), sedangkan yang Extra-Corporeal dapat dibagi 4, yaitu : Zygote Intrafallopian Transfer (ZIFT), Tuba Embrio Transfer (TET), In Vitro Fertilization (IVF) dan Assisted fertilization : Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI).



















Hendaknya pelayanan yang diberikan kepada pasangan yang mengalami infertilitas meliputi :
1. Mengedukasi penyebab dan pencegahan infertilitas.
2. Memberikan arahan tes diagnostik yang akan dijalani.
3. Memberikan informasi pilihan pengobatan yang tersedia.
4. Menyediakan konseling dan memberikan dukungan psikologis.

Andropause

Andropause (= Sindroma Kekurangan Testosteron)

Sindroma klinik pada laki-laki usia lanjut yang disebabkan menurunnya kadar testosteron, karena menurunnya fungsi poros hipothalamus – hipofisis - gonad.
Testosteron sebagian besar diproduksi oleh testis dan dikendalikan oleh salah satu bagian di otak (hipotalamus dan hipofisis).

Kadar testosteron akan menurun secara perlahan dengan bertambahnya usia, yang dimulai kira – kira pada usia 40 tahunan (proses aging) atau karena sebab - sebab lain :
1. Penurunan gairah seksual ( libido )
2. Menurunnya kekuatan dan massa otot
3. Osteopenia – osteoporosis
4. Konsentrasi dan daya ingat yang menurun
5. Meningkatnya lemak tubuh ( viscera fat – perut membesar)
6. Perasaan kelelahan dan depresi.


Testosteron merupakan hormon seks yang penting untuk perkembangan alat reproduksi dan fungsi seksual sejak dalam kandungan, pubertas, sampai usia tua.
Bila kekurangan testosteron terjadi sebelum pubertas :
1. Testis, phallus dan prostat kecil
2. Rambut pubis dan ketiak, jarang atau tidak ada.
3. Panjang lengan dan tungkai tidak proporsional (penutupan epifiseal terlambat)
4. Pengurangan massa otot
5. Suara pitch tinggi yang menetap
6. Pembesaran payudara
7. Proses spermatogenesis terganggu

Penyebab kekurangan testosteron
- Genetik : kallmann’s, klinifelter’s
- Kerusakan testis : infeksi,trauma, obat-obatan, kimia, radioterapi
- Penyebab organik: diabetes mellitus, sirosis hepatis, gagal ginjal
- Aging (penuaan)

Kuisioner yang telah dipakai dalam menentukan apakah pria diatas 40 tahun, mengalami keluhan-keluhan Andropause (PADAM) :
1. Apakah libido atau dorongan seksual anda menurun akhir-akhir ini ?
2. Apakah anda merasa lemas atau kurang tenaga ?
3. Apakah daya tahan & kekuatan fisik anda menurun ?
4. Apakah tinggi badan anda berkurang ?
5. Apakah anda merasakan kenikmatan hidup menurun ?
6. Apakah anda sering merasa kesal atau cepat marah ?
7. Apakah ereksi anda kurang kuat ?
8. Apakah anda merasakan penurunan kemampuan dalam berolahraga ?
9. Apakah anda sering mengantuk dan tertidur sesudah makan malam ?
10. Apakah anda merasakan adanya perubahan atau penurunan prestasi kerja ?

Jika jawaban no. 1 dan 7 adalah “ya” atau ada 3 jawaban “ya” selain nomor tersebut maka kemungkinan besar kadar testosteron menurun atau pria tersebut mengalami PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Men).

Testosteron diberikan bila ada keluhan, gejala klinis kekurangan testosteron dan pada pemeriksaan ditemukan kadar testosteron yang rendah.
Tujuan pengobatan :
- Mengembalikan parameter testosteron pada kadar normal menengah
- Meningkatkan massa, kekuatan, dan fungsi otot
- Mempertahankan bone mineral density dan menurunkan resiko patah tulang
- Meningkatkan kognisi dan mood
- Meningkatkan fungsi psikoseksual.

Mekanisme Kontrol Ejakulasi

Ejakulasi
Ejakulasi diinduksi oleh kontraksi ritmik ischiokavernosus dan terutama otot bulbocavernosus yang mengeluarkan semen melalui lumen urethra.

Fisiologi ejakulasi dijelaskan melalui neurofisiologi dan neurofarmakologi ejakulasi.
1. Neurofisiologi ejakulasi
Sistem saraf pusat dan perifer terlibat dalam proses ejakulasi.
a.Sistem saraf pusat.
Otak, batang otak dan lumbosakral cord mengandung beberapa area yang terlibat dalam ejakulasi.
b. Sistem saraf perifer
Sistem saraf otonom, termasuk sistem saraf simpatis memediasi terjadinya ejakulasi. Mekanisme ereksi dibagi 2 fase : emisi dan ekspulsi.
1). Emisi
Emisi dikontrol oleh eferen simpatetik yang berasal dari T9-L2 .
Selama emisi, semen (sperma dan plasma seminalis) disimpan ke dalam urethra posterior melalui konstraksi vasa diferentia, vesika seminalis dan prostat. Pada saat yang bersamaan, spincter internal kandung kemih tertutup.
2). Ekspulsi (atau ejakulasi sejati)
Emisi diikuti segera oleh ekspulsi. Selama ekspulsi, semen secara dikeluarkan dengan kekuatan penuh ke dalam urethra dan keluar penis oleh kontraksi klonik otot dasar panggul.


















2. Neurofarmakologi ejakulasi
Ejakulasi secara sentral dimediasi oleh serotonergik (5-hydroxytryptamine; 5-HT) dan sistem dopaminergik. Pada hewan percobaan secara jelas diterangkan bahwa aktivasi reseptor 5-HT1A menfasilitasi ejakulasi, pada penelitian lain terlibat reseptor 5-HT2C dan 5-HT1B.

Anatomi Reproduksi Pria

Teratozoospermia

Bentuk Spermatozoa
Dilakukan pengecatan dengan membuat hapusan satu tetes semen diatas gelas objek, lalu di tunggu sampai kering. Selanjutnya dilakukan fiksasi dengan menggunakan methanol selama 5 menit. Setelah kering objek gelas dicelupkan ke dalam larutan safranin selama 5 menit. Kemudian dibilas dengan cara rendam - celup ke dalam larutan buffer fosfat dengan pH 6,8 sebanyak dua kali berturut – turut. Selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan kristal violet selama 5 menit. Kemudian dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan di bawah lampu yang bersuhu antara 25 – 30 °C. Setelah kering diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x menggunakan minyak emersi. Dihitung sedikitnya sebanyak 100 spermatozoa untuk mengetahui persentase spermatozoa bentuk normal (Sono, 1997).




















Bentuk – bentuk morfologi abnormal adalah kepala makro, kepala mikro, kepala taper, kepala piri, kepala double, kepala amorf, kepala round, kepala pin, midpiece abnormal, sitoplasma droplet, ekor double, ekor koil, ekor bent.

















Kriteria morfologi normal bila pada pemeriksaan didapatkan bentuk spermatozoa normal ≥ 30 % (WHO,1999). WHO 1999 yang direvisi > 14 % (kriteria ketat), dan terakhir morfologi normal WHO 2010 ≥ 4 %.
Bila tidak memenuhi kriteria persentase morfologi normal spermatozoa diatas maka kategori diagnostik laboratoris adalah Teratozoospermia.

Motilitas Spermatozoa

Motilitas Spermatozoa
Satu tetes semen (10 µl) ke atas gelas objek dengan ukuran 25.4 mm x 76.2 mm lalu ditutup dengan cover gelas 22 mm x 22 mm. Dilakukan pengamatan sebanyak 100 spermatozoa pada pembesaran mikroskop 400x.
Motilitas spermatozoa normal bila : motilitas a > 25 % atau a+b ≥ 50 % (WHO, 1999).
Motilitas di revisi WHO tahun 2010 hanya mengenal PR, NP, IM. Motilitas spermatozoa normal bila PR ≥ 32 % atau PR+NP ≥ 40 % (WHO, 2010)

Bila menggunakan bantuan komputer (CASA) dapat ukur secara objektif kecepatan spermatozoa, atau bila menggunakan pemeriksaan manual dengan menggunakan makler counting chamber dapat memudahkan pengkategorian motilitas spermatozoa :





















Bila Tidak memenuhi kriteria motilitas normal diatas maka kategori diagnostik laboratorisnya adalah Asthenozoospermia.

Oligozoospermia

Konsentrasi Spermatozoa
Dilakukan terlebih dahulu perkiraan kepadatan per lapang pandang spermatozoa dengan penggunakan lapang pandang besar (pembesaran 400 kali). Perkiraan ini digunakan untuk menentukan pengenceran yang digunakan untuk menghitung konsentrasi spermatozoa menggunakan haemocytometer.




















Dengan meneteskan satu tetes (10 µl) semen pada tiap kamar hitung haemocytometer, lalu dihitung jumlah spermatozoa yang ada.
• Jika sampel kurang dari 10 spermatozoa per lpb, maka menghitung seluruh kotak besar yang berjumlah 25.
• Jika 10 - 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup menghitung 10 kotak besar.
• Jika sampel > 40 spermatozoa terlihat per lpb, maka cukup menghitung 5 kotak besar.
Selanjutnya bila telah menghitung 25, 10 atau 5 kotak besar pada haemocytometer maka dibagi dalam faktor konversi sesuai kotak besar yang telah dihitung, yang hasilnya adalah konsentrasi spermatozoa dalam juta per milliliter.
Konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 20 juta/ml (WHO,1999).
WHO edisi 2010 konsentrasi spermatozoa normal bila ≥ 15 juta/ml.

Hubungan Konsentrasi dengan angka kehamilan dijelaskan dengan grafik dibawah ini :













Bila konsentrasi spermatozoa < 20 Juta/ml (WHO,1999) maka kategori diagnostik laboratoris disebut Oligozoospermia.
Khusus konsentrasi spermatozoa dibawah 5 juta/ml, di center Andrologi RSU Dr. Soetomo / Univ. Airlangga memberikan istilah khusus yaitu Extreme Oligozoospermia, atau diluar Indonesia di beberapa center memberikan istilah Severe Oligozoospermia.