MALE ACCESSORY GLAND INFECTION ( MAGI )
GRUP A. History/physical signs
History of : Urinaria infection,epididymitis,sexually transmitted disease
Physical sign:Thickened or tender epididymitis,thickened vas deferent,abnormal rectal examination
GROUP B. Urine after prostatic massage
Abnormal urine after prostatic massage
Positive culture for Chlamydia tracomatis,or chlamydia tracomatis DNA detected by PCR,LCR,or antigenic detection by immunofluorecence or ELISA
GROUP C, Ejaculate signs
Elevated number of peroksidase positive white blood cells
Culture with significans growth of pathogenic bacteria
Positive culture for chlamydia tracomatis ,or chlamydia tracomatis DNA detected by PCR,LCR or antigen detection by imunofluorecence or Elisa or ELISA
Abnormal aaperance and /or viscosity and/or pH and or abnormal biochemistry of the seminal plasma and/or high levels of inflammatory markers or highly elevated reactive oxygen species
DIAGNOSIS requireds at least two sign :
Two signs each from a different group.e.g. Thickened vas deferent with abnormal biochemistry of seminal plasma ( or any other combination )
Or at least two ejaculate sign in each ejaculate.
Buat Sdr.Ika :
Epididymitis merupakan peradangan / infeksi pada epididymis, pada pemeriksaan fisik akan teraba pembesaran / penebalan dari epididimis secara keseluruhan, di kauda atau di kaput, yang mengindikasikan kuman penyebab infeksi. Biasanya dari hasil sperma analisa terdapat leukosit > 1 juta / ml, dan akan konfirmasikan dengan dilakukan kultur semen untuk mendapatkan kuman penyebab tersebut.
Prognosis mengenai epididymitis tergantung daripada kuman penyebab, akut atau kronis, dan terapi yang diberikan apakah adekuat atau tidak.
Bila epididymitis cepat diobati biasanya tidak sampai mengganggu terhadap sperma, yang menjadi masalah adalah epididymitis yang tidak diketahui atau diobati dengan adekuat, dimana akan banyak leukosit yang dalam hal ini menjadi benda asing bagi sperma sehingga ROS meningkat dan terjadi reaksi antibodi anti sperma (imunologis) pada permukaan kepala sperma yang pada akhirnya akan menurunkan fertilitas seorang pria.
Bila peradangan hanya terbatas pada epididymis maka disebut Epididymitis, pada kebanyakan kasus akan terjadi juga peradangan di testis (Orchitis) sehingga bila terjadi peradangan di epididymis dan testis maka disebut Epididymo-Orchitis.
Disfungsi Ereksi
Diposting oleh Anton Darsono Wongso di 07.08.00 Label: Erectile Dysfunction, Hypogonadotropic Hypogonadism, QuisionerKuisioner untuk menentukan apakah seorang pria mengalami disfungsi ereksi atau tidak,dan seberapa berat disfungsi ereksi tersebut.
ERECTILE DYSFUNCTION INTENSITY SCALE ( EDIS ) / IIEF-5
Penjumlahan skor diatas :
21-25 : Normal
16-20 : Disfungsi ereksi ringan
11-15 : Disfungsi ereksi sedang
5-10 : Disfungsi ereksi berat
Kuisioner yang telah dipakai dalam menentukan apakah pria diatas 40 tahun, mengalami keluhan-keluhan Andropause (PADAM), Adapun pertanyaannya adalah sebagai berikut :
Apakah libido atau dorongan seksual anda menurun akhir-akhir ini ?
Apakah anda merasa lemas atau kurang tenaga ?
Apakah daya tahan & kekuatan fisik anda menurun ?
Apakah tinggi badan anda berkurang ?
Apakah anda merasakan kenikmatan hidup menurun ?
Apakah anda sering merasa kesal atau cepat marah ?
Apakah ereksi anda kurang kuat ?
Apakah anda merasakan penurunan kemampuan dalam berolahraga ?
Apakah anda sering mengantuk dan tertidur sesudah makan malam ?
Apakah anda merasakan adanya perubahan atau penurunan prestasi kerja ?
Jika jawaban no. 1 atau 7 adalah “ya” atau ada 3 jawaban “ya” selain nomor tersebut maka kemungkinan besar kadar testosteron menurun atau pria tersebut mengalami PADAM (Partial Androgen Deficiency in Aging Men).
Morley, et al. Metabolism 2000;49:1239-1242
Kasus-kasus yang di tangani Andrologi dibagi dalam 5 kelompok besar, yaitu :
1. Infertilitas pria
2. Disfungsi ereksi
3. Hipogonadotropik hipogonadism
4. KB pria
5. Male aging
Ruang lingkup bidang Andrologi, meliputi :
1. Klinis
2. Laboratorium Andrologi
3. Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB)
Bentuk Normal Sperma
Morfologi yang terlihat pada mikroskop bukanlah morfologi dari spermatozoon hidup, tetapi citra yang kita buat. Citra ini tergantung pada beberapa faktor, seperti : spermiogenesis, transport sperma, pematangan, aging, lamanya di plasma semen, teknik pengecatan, fiksasi, pewarnaan maupun kualitas mikroskop yang dipergunakan.
Pewarnaan dan pengecatan dengan kualitas tinggi sangat penting ketika melakukan morfologi sperma. Setiap spermatozoon tanpa ”cacat” secara morfologi adalah normal, diluar itu adalah abnormal.
Evaluasi yang dilakukan meliputi : kepala, midpiece, dan ekor pada 200 spermatozoa.
Kriteria morfologi sperma disebut normal bila
Kepala : berbentuk oval, akrosom menutupi 1/3nya, panjang 3-5 mikron, lebar ½ s/d 2/3 panjangnya.
Midpiece : langsing (< ½ lebar kepala), panjang 2x panjang kepala, dan berada dalam satu garis lengan sumbu panjang kepala.
Ekor : batas tegas, berupa garis panjang 9 x panjang kepala.
Istilah-istilah yang dipakai pada bentuk yang abnormal adalah :
Makro : 25 % > kepala normal
Mikro : 25 % < kepala normal
Taper : kurus, lebar kepala ½ yng normal, tidak jelas batas akrosom, memberi gambaran cerutu
Piri : memberi gambaran ”tetesan air mata”
Amorf : Bentuk kepala yg ganjil, permukaan tidak rata, tidak jelas batas akrosom
Round : bentuk kepala seperti lingkaran, tidak menunjukkan akrosom
Piri : tidak jelas adanya kepala yg nyata, tampak midpiece dan ekor saja
Cytoplasmic droplet : menempel pada kepala atau midpiece, lebih cerah
Ekor abnormal : pendek / spiral / permukaan tidak halus / ganda
Kembali ke kasus Sdr. Anang :
Morfologi berarti merujuk pada bentuk sperma yang telah dilakukan pengecatan. Batasan normal adalah > 30 % (WHO) bila kurang dari itu disebut teratozoospermia, atau dgn ”strict criteria” > 15 % (Kruger). Selain kuantitas (% yang normal) juga perlu diperhatikan kualitas (bentuk-bentuk kelainan yang ada)
Variasi parameter dasar analisa sperma manusia dari yang paling bervariatif adalah konsentrasi, motilitas dan yang terkecil adalah morfologi.
Adapun faktor yang mempengaruhi daripada perubahan morfologi adalah :
Fungsi testis, makin banyak kepala normal berarti fungsi tesis baik.
Gangguan pada epididymis, misalnya : radang, varikokel, dll akan terlihat banyak sel-sel immature.
Abstinentia seksualisnya kurang lama atau sering ejakulasi.
Penelitian Wibisono (1997) mendapatkan korelasi antara bentuk-bentuk kepala mikro, makro, taper, kelainan bentuk akrosom dan atau gabungannya berkaitan dengan adanya varikokel (salah satu penyebab infertilitas pada pria yang terbesar dan dapat dideteksi dan yg dapat diperbaiki).
Pria dengan konsentrasi sperma > 20 juta/ml, tetapi abnormal pada motilitas dan atau morfologi disebabkan oleh penyebab yang diketahui seperti : varikokel, infeksi kelenjar aksesori atau kogenital akan mempunyai kemungkinan kehamilan alami pada pasangan 40 % lebih rendah daripada penyebab yang tidak diketahui (idiopatik asteno- dan atau teratozoospermia).
Saran :
Lakukan pemeriksaan analisa sperma ulang pada laboratorium yang memiliki standarisasi dan kontrol mutu yang baik (laboratorium Andrologi yg dikontrol atau dirujuk oleh dokter spesialis Andrologi yang berpraktek di daerah saudara).
Lakukan abstinentia (tidak mengeluarkan sperma) 2 sampai 7 hari.
Hasil sperma analisa hanya petunjuk laboratoris, bukan petunjuk ke arah diagnostik klinik. Setelah ada hasil sperma analisa perlu dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis Andrologi untuk mengetahui penyebabnya, sehingga teratozoospermia yg saudara tanyakan dapat diperbaiki.
Referensi :
NAFA., 2002. Manual on Basic Semen Analysis. Hlm 19-20.
Schill, wolf-bernhard et al., 2006. Andrology for the Clinician. Springer. Hlm 41.
Sono, onny pieters., 1978. Diktat Kuliah Analysa Sperma. Biomedik FK Unair. Suarabaya. (unpublished). Hlm 13-14.
WHO., 1999. WHO Laboratory Manual for the Examination of Human Semen and Sperm- Cervical Mucus Interaction. Fourth Edition. Cambridge University Press. Hlm 19-22.
Wibisono, Herman., 2006. Evaluasi Infertilitas Pria Menuju Program FIV dalam Fertilisasi In Vitro dalam Praktek Klinik. Puspa Swara. Hlm 42.
Mikropenis (= Micropenis)
Sudah sepantasnya bagi orang tua mencemaskan ukuran penis anak laki-lakinya. Masalah ini tidak dapat dipandang sebelah mata karena dapat menyebabkan peningkatkan kekhawatiran dan kecemasan bagi anak ketika telah dewasa.
Tidak sedikit pria yang merasa ukuran penisnya kecil atau tidak sesuai dengan harapan yang kemudian mengalami hambatan psikis hingga mengakibatkan gangguan ereksi. Hambatan psikis diawali berupa rasa rendah diri, rasa malu, kurang percaya diri dan sering menarik diri dari pergaulan dengan teman sebaya.
Pada saat pasangan wanitanya memberikan reaksi yang semakin membenarkan bahwa ukuran penisnya tidak sesuai dengan harapannya maka hambatan psikis yang terjadi akan semakin kuat.
Mikropenis adalah ukuran panjang penis kurang dari -2.5 SD untuk usia tanpa disertai kelainan struktural penis lain (misalnya hipospadia).
Standar pengukuran penis adalah Strecthed Penile Length (SPL). Panjang penis diukur dari basis penis sampai ujung glans, tanpa mengukur preputium. Basis penis didapatkan dengan menekan lemak suprapubik dengan menyandarkan penis pada sebuah penggaris yang kaku atau spatula kayu. Penggaris atau spatula kayu yang diletakkan pada bagian ventral penis secara vertikal, ditekan sampai teraba simpfisis pubis. Penis kemudian ditarik sejauh mungkin (stretched) secara vertical. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dan reratanya digunakan sebagai hasil pengukuran panjang penis.
Hasil pengukuran panjang penis dalam keadaan flaccid sangat bervariasi, sehingga tidak dianjurkan, demikian pula pengukuran dalam keadaan ereksi. Setelah melakukan pengukuran penis perlu dievaluasi keadaan anatomis penis, skrotum dan testis.
Masalah ukuran penis sering terjadi pada anak yang mengalami kegemukan (sentral obesitas) yang terdiri dari "adipose tissue" yang banyak mengandung estradiol yang mengakibatkan feedback mechanism negatif (-) ke hipofise (LH) yang selanjutnya produksi testosteron oleh sel leydig akan menurun. Fungsi "adipocyte" sebagai sel endokrin yang memproduksi dan mensekresi "adipocytokines/adipokines" yang didominasi leptin, dimana reseptor leptin ada di sel leydig dan menginhibisi hipofise (LH) yang selanjutnya kadar testosteron akan menurun.
Bila ukuran penis dibawah rata-rata tapi ukuran penis belum -2,5 SD maka disebut PENIS KECIL, bila kurang dari -2,5 SD baru disebut MIKROPENIS.
Membaca Hasil Analisa Sperma
Diposting oleh Anton Darsono Wongso di 12.46.00 Label: Andrology LaboratoryParameter-parameter sperma dapat dinyatakan secara :
1. Kuantitatif, misalnya volume, jumlah spermatozoa/ml, kadar fruktosa.
2. Semi kuantitatif, misalnya viskositas sperma, motilitas spermatozoa.
3. Kuantitatif, misalnya bau dan warna sperma.
Yang akan dibahas berikut adalah pemeriksaan parameter-parameter sperma pada analisa sperma dasar (rutin. Analisis sperma dasar dilakukan menurut tahapan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan makroskopis.
Segera setelah sperma diejakulasikan, hendaknya diamati dalam wadah pe-nampung :
1. Ada/tidaknya koagulum
2. Warna sperma
3. Bau sperma
4. Proses likuefaksi sperma
Setelah proses likuefaksi selesai, ditentukan parameter sebagai berikut :
1. Volume sperma
2. pH sperma
3. Kekerasan dan warna sperma
4. Viskositas sperma
2. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan setelah proses likuefaksi selesai.
Pemeriksaan ini meliputi :
1. Pergerakan spermatozoa
2. Kepadatan spermatozoa
3. Morfologi spermatozoa
4. Ada/tidaknya aglutinasi spermatozoa
5. Adanya sel bundar (Round cells)
6. Mikroorganisme
7. Partikel lepasan dan kristal
INTERPRETASI SPERMIOGRAM
Interprestasi spermiogram sampai saat ini adalah berdasarkan pada 3 parameter pokok, yakni :
1. Jumlah spermatozoa/ml
2. Persentase spermatozoa motil
3. Persentase spermatozoa berbentuk normal
Dengan perkataan lain, penilaian dititik beratkan pada spermatozoa. Walaupun demikian, parameter-parameter sperma yang lain tidak selalu dapat kita abaikan nilainya. Misalnya sperma yang tidak mengandung spermatozoa dengan volume kecil dan pH asam, memberikan dugaan suatu kelainan kongenital tertentu dari sistem reproduksi pria.
Jumlah spermatozoa/ml
Jumlah spermatozoa/ml yang menjadi pegangan untuk dikatakan cukup, kurang ataupun berlebih adalah 20 juta/ml. Istilah yang dipakai adalah sbb :
0 Juta/ml disebut Azoospermia
0 - 5 juta/ml disebut Ekstrimoligozoospermia
< 20 juta disebut oligozoospermia > 250 Juta/ml disebut Polizoospermia
Jumlah spermatozoa 20 – 250 juta/ml sudah dianggap masuk dalam batas-batas yang normal.
PROSENTASE SPERMATOZOA MOTIL
Kualitas pergerakan spermatozoa disebut baik bila 50% atau lebih spermatozoa menunjukkan pergerakan yang sebagian besar adalah gerak yang cukup baik atau sangat baik (grade II/III). Gradasi menurut W.H.O. untuk pergerakan spermatozoa adalah sebagai berikut :
0 = spermatozoa tidak menunjukkan pergerakan
1 = spermatozoa bergerak ke depan dengan lambat
2 = spermatozoa bergerak ke depan dengan cepat
3 = spermatozoa bergerak ke depan sangat cepat
Bila spermatozoa yang motil kurang dari 50%, maka spermatozoa disebut astenik. Istilah yang digunakan adalah Astenozoospermia.
Bila sperma immotil > 50 % maka dilakukan uji viabilitas (vitality test)
Spermatozoa disebut mempunyai kualitas bentuk yang cukup baik bila ≥ 50% spermatozoa mempunyai morfologi normal. Pemeriksaan morfologi men-cakup bagian kepala, leher dan ekor dari spermatozoa.
Bila > 50% spermatozoa mempunyai morfologi abnormal, maka keadaan ini di sebut teratozoospermia.
Dengan pegangan ketiga parameter pokok tersebut di atas, maka didapat kesan atau “diagnosis” spermatologis dalam istilah-istilah sbb :
Oligozoospermia
Extrimoligozoospermia
Astenozoospermia< Ekstrimoligoastenozoospermia Oligoastenozoospermia Oligoastenoteratozoospermia Astenoteratozoospermia Poliastenozoospermia Azoospermia Parameter sperma yang lainnya juga mempunyai nilai informatif untuk penilaian fungsi kelenjar Seks asesori pria, sehingga perlu dicantumkan dalam spermiogram. Parameter-parameter tersebut adalah : 1. Volume : Umumnya 2 – 4 ml. 2. Warna : Lazimnya putih keabuan agak keruh, atau sedikit kekuningan. 3. Bau : Khas spesifik sperma, atau “langu” 4. pH : 7.2 – 7.7 5. Koagulum : Normal terdapat sesaat setelah sperma diejakulasi dan tidak tampak lagi setelah 20 menit, oleh karena proses likwefaksi telah selesai. Bila proses likuefaksi belum selesai/sempurna dalam waktu 20 menit, kita sebut waktu likuefaksi memanjang. 6. Viskositas : - Normal : waktu tetesan 1 – 2 detik 7. Aqlutinasi : - Normal : tidak terdapat aqlutinasi sejati. 8. Lekosit : - sebagai batasan, sperma normal tidak mengandung lekosit lebih dari satu juta/ml. Sperma yang mengandung lebih dari 1 juta lekosit per ml disebut sebagai sperma yang mengalami pencemaran.
Persiapan Pemeriksaan Sperma
Diposting oleh Anton Darsono Wongso di 12.34.00 Label: Andrology Laboratory1. Keadaan pria hari pemeriksaan hendaknya cukup sehat, tidak dalam keadaan letih atau lapar dan cukup beristiraahat.
2. Sperma dikeluarkan setelah didahului oleh abstinensia seksual (tidak ejakulasi dengan cara apapun) selama 3 - 4 hari (rekomendasi WHO abstinensia 2 sampai 7 hari).
3. Sperma dikeluarkan secara mastrurbasi di Laboratorium, dan harus di tampung secara utuh.
Dalam keadaan dimana pria tidak dapat mengeluarkan sperma di laboratorium Andrologi, maka boleh yang bersangkutan mengeluarkan di tempat lain, misalnya di rumah dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1. Masturbasi tidak diperkenankan memakai bahan pelicin seperti sabun, minyak dan lain-lainnya.
2. Wadah penampung harus terbuat dari gelas yang sudah dicuci bersih dan dibilas berulang-ulang untuk menghilangkan sisa sabun/ditergen yang di pakai. Botol sebaiknya bermulut lebar, mempunyai volume 20-50 ml.
Tidak diperkenankan menampung sperma kedalam kondom berbahan latex yang dijual bebas (kecuali dengan menggunakan kondom yang diproduksi khusus untuk penampungan sperma / condom sperm friendly). Gelas penampung ditutup cukup dengan kertas biasa (atau menggunakan wadah penampung khusus sperma / andrology pack #1 (sterile semen container).
3. Sperma yang sudah tertampung segera dalam waktu setengah jam sudah di serahkan kepada petugas Laboratorium. Dalam perjalanan menuju Laboratorium suhu sperma dipertahankan sekitar 25-35oC, misalnya dalam kantong pakaian yang dikenakan.
Untuk pemeriksaan bakteriologis/perbenihan, maka terdapat suatu prosedur yang lebih khusus. Hal ini tidak akan dibahas disini.
STATUS ANDROLOGI WHO
Pihak Pria
-
Tanggal wawancara
Hari
Bulan
Tahun
-
Tanggal lahir
Hari
Bulan
Tahun
RIWAYAT FERTILITAS
Infertilitas
Primer
Sekunder
Lama infertilitas Bulan
Pemeriksaan dan/atau
Pengobatan inferilitas terdahulu tidak ya*
*Berikan informasi tambahan
PENYAKIT ATAU OBAT-OBATAN YANG MUNGKIN MENGGANGGU FERTILITAS
Riwayat penyakit
*berikan informasi tambahan
Riwayat pengobatan medik Deman dalam 6 bulan terakhir Riwayat pembedahan
Riwayat infeksi saluran kemih Riwayat penyakit hubungan seksual
Riwayat epididimitis Riwayat kelainan yang mungkin Menyebabkan kerusakan testis Riwayat pengobatan varikokel Riwayat kelainan penurunan testis Pengobatan kelainan penurunan testis | Tidak
Tidak Tidak Tidak
Tidak Tidak
Tidak Tidak
Tidak Tidak
| diabetes penyakit saluran pernapasan menahun penyakit syaraf ya* ya* striktur uretra prostatektomi vasektomi hernia inguinalis simpatektomi ya* sifilis klamidia ya* orkitis : gondongan orkitis : lain-lain* rudapaksa torsi ya* ya* tidak
| tuberkulosis penyakit fibrokistik pankreas lain-lain* hipospadi operasi leher kandung kemih hidrokelektomi lain-lain* sisi : kiri-kanan Obat bedah
|
Usia waktu diobati
FAKTOR-FAKTOR LAIN YANG MUNGKIN MEMPENGARUHI FERTILITAS
Faktor lingkungan dan/atau pekerjaan Minum alkohol berlebihan Penyalahgunaan obat
| Tidak
Tidak Tidak
| panas faktor-faktor toksik ya* ya*
| lain-lain*
|
INFORMASI TAMBAHAN
FUNGSI SEKSUAL DAN EJAKULASI
Frekuensi rata-rata sanggama per bulan Ereksi Ejakulasi | normal
normal normal
| tidak memadai
tidak memadai tidak memadai |
PERIKSA FISIK UMUM
Tinggi (cm)
Berat (kg)
Tensi (mm Hg)
Periksa fisik umum Tanda0tanda verilisasi Ginekomasti | normal normal tidak ada
| abnormal* hipoandrogenisme*
stadium tanner |
PERIKSA URO GENITAL
Penis | Normal | Parut Plak | Hipospadi Lain-lain* |
| |||
| Sisi : kiri – kanan |
| |||||
Testis Letak | Keduanya teraba Keduanya normal | Tidak teraba Abnormal |
|
| |||
|
|
|
|
| |||
Volum (ml) | Kiri | Kanan |
|
| |||
|
|
|
|
| |||
Epididimis | Keduanya normal | Menebal Nyeri Kistik Tak teraba |
|
| |||
Vas deferen | Keduanya norma; | Menebal Tak teraba |
|
| |||
Pembengkakan skrotal | Tidak ada | Hidrokel Hernia |
|
| |||
Varikokel | Tidak ada | Derajat III Derajat II Derajat I Subklinik |
|
| |||
Periksa inguinal | Normal | Limfadenopati Parut infeksi Parut bedah Hernia |
|
| |||
|
|
|
|
| |||
Periksa rektal - Prostat | Normal |
Pembesaran lunak |
Nyeri |
| |||
- vesika seminalis Termografi kontak |
Normal | Pembesaran keras Temba Abnormal* | Lain-lain |
| |||
UJI-UJI TAMBAHAN Cairan pijatan prostat dan/atau |
|
|
|
| |||
Urine setelah pijatan prostat |
| normal | abnormal* | tidak dilakukan | |||
Urine pasca ogasmus |
| tidak ada | ada | tidak dilakukan | |||
|
| spermatozoa | spermatozoa |
| |||
Penapisan darah darin |
| normal | abnormal* | tidak dilakukan | |||
|
|
|
|
| |||
Plasma FSH (IU/I) | | normal | abnormal* | tidak dilakukan | |||
|
|
|
|
| |||
Plasma Testosteron | | normal | meningkat | tidak dilakukan | |||
Prolaktin (mU/I) |
|
normal |
meningkat |
tidak dilakukan | |||
|
|
|
|
| |||
Prolaktin ulangan |
| normal | meningkat | tidak dilakukan | |||
(mU/I) |
|
|
|
| |||
|
|
|
|
| |||
Kariotyping |
| normal | abnormal* | tidak dilakukan | |||
Biopsi testis |
| ada | tidak ada | tidak dilakukan | |||
|
| spermatoza | spermatozoa | tidak dilakukan | |||
Ekografi Doppler |
| normal | abnormal* | tidak dilakukan | |||
Sela tursika |
| normal | membesar | tidak dilakukan | |||
|
|
|
|
| |||
Pemeriksaan tambahan |
| normal | abnormal* | tidak dilakukan | |||
|
|
|
|
|
DIAGNOSIS
Disfungsi seksual dan/atau ejakulasi Sebab immonologis Sebab tidak ada dapat dipertunjukkan Kelainan-kelainan plasma semen Sebab iatrogenik Sebab sistematik Kelainan kongenital Kerusakan testis dapatan | Varikokel Infeksi kelenjar seks asesori Sebab endokrin Oligozoospermia idioptik Asthenozoospermia idiopatik Teratozoospermia idiopatik Azoospermia obstruktif Azoospermia idioptik |
Male Infertility - Andrology
Diposting oleh Anton Darsono Wongso di 16.46.00 Label: Male InfertilityInfertilitas Pria
PENDAHULUAN
WAWANCARA
Alasan prinsip untuk wawancaera riwayat penyakit adalah informasi yang diperoleh dapat memberikan masukan untuk diagnosis pada seperempat kasus-kasus infertilitas, Hal ini juga membantu dalam menentukan prognosis, dan akan mempengaruhi penentuan penatalaksanaan.
Untuk mengambil riwayat lengkap dibutuhkan waktu, dan sangat mudah untuk melupakan beberapa hal. Bagan WHO merupakan suatu wawancara terstruktur yang memungkinkan untuk mendapatkan semua informasi yang sesuai, dan menghematt waktu (lihat formulir pada hal. 32). Beberapa klinik merasa perlu untuk mengirim kuesioner ke pasien sebelum kunjungan pertama, tetapi hal ini tidak selalu sesuai pada beberapa negara.
Pasangan seharusnya datang bersama-sama untuk wawancara awal riwayat penyakit. Jika memungkinkan, pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan pada ruang terpisah sehingga memberi kesempatan masing-masing anggota pasangan untuk menyampaikan riwayat terdahulu yang bersifat peka yang mungkin tidak diketahui oleh pasangannya, misalnya penyakit hubungan seksual terdahulu atau kehamilan dengan pasangan sebelumnya.
Naskah berikut menerangkan batasan WHO yang digunakan selama pemeriksaan baku pihak pria. Jika diperlukan, komentar tentang kepentingan klinik atau ilmiah pada setiap butir dapat diberikan.
Tabel 1.1. Kategori diagnostik pria
|
Batasan Infertilitas
Infertilitas adalah keadaan di mana tidak terjadi kehamilan setidaknya 12 bulan setelah senggama tanpa kontrasepsi.
Infertilitas pria primer
Ini terjadi apabila seorang pria tidak pernah menghamili wanita.
Infertilitas sekunder
Keadaan di mana seseorang pria pernah menghamili wanita. Hal ini tidak tergantung apakah itu merupakan pasangannya saat ini atau bukan, demikian pula mengenai hasil kehamilannya. Pada umumnya, pria dengan infertilitas sekunder memiliki kesempatan lebih baik untuk fertilitas di masa depan. Juga beberapa diagnostik jarang ditemukan, seperti kelainan kongenital atau penurunan yang sangat berat pada produksi sperma dengan azoospermia, atau oligozoospermia berat.
Lama infertilitas yang dikehendaki
Diberi batasan jumlah bulan di mana pasangan melakukan senggama tanpa metode kontrasepsi. Hal ini penting karena dapat memberikan informasi prognostik tentang infertilitaas tiga tahun atas kurang mempunyai kemungkinan lebih besar untuk mengalami kehamilan spontan di kemudian hari. Jika lama infertilitas lebih panjang, maka sangat mungkin ada masalah biologis yang berat.
Tabel 1.2. Lama infertilitas pada pasangan-pasangan di berbagai wilayah geografis
Lama infertilitas dalam tahun | Persentase Pasangan | ||||
Negara maju | Afrika | Asia | Amerika Latin | Timur Tengah | |
<> | 46 | 30 | 34 | 35 | 24 |
2,5 – 4 | 29 | 33 | 31 | 29 | 22 |
4,5 – 7,5 | 18 | 21 | 22 | 24 | 26 |
> 8 | 7 | 16 | 13 | 12 | 28 |
Lama infertilitas perlu dalam merancang atau melaporkan penelitian ilmiah dan klinis tentang infertilitas. Pada percobaan klinis tanpa kontrol, angka kehamilan spontan sering kali disalahartikan sebagai efek pengobatan.
Pada umumnya, pasangan di negara maju mencari bantuan pengobatan setelah waktu intertilitas yang lebih pendek (Tabel 1.2). Lama infertilitas tidak memberikan informasi tentang apakah masalah infertilitas ada pada pihak pria atau wanita.
Pada kasus-kasus infertilitas sekunder harus dicatat jumlah bulan setelah kehamilan terakhir. Untuk pria dengan infertilitas sekunder, jangka waktu yang lebih panjang dari kehamilan terakhir dapat berhubungan dengan peningkatan kemungkinan kelainan yang didapat pada diagnosis.
Pemeriksaan dan/atau pengobatan infertilitas terdahulu
Informasi pemeriksaan terdahulu penting diketahui untuk pencegahan pengulangan. Perincian pengobatan terdahulu harga dicatat dengan informasi apakah pengobatan tersebut telah diberikan dan diminum dengan betul dan bagaimana hasilnya.
Riwayat penyakit yang mungkin mengganggu fertilitas
Penyakit-penyakit sistemik di bawah ini telah dilaporkan mempengaruhi fertilitas.
Penyakit diabetes dan nerologis dapat menyebabkan impotensi dan gangguan ejakulasi. Kedua penyakit tersebut dapat juga merusak spermatogeneses dan fungsi kelenjar seks aksesori.
Tuberkulosis dapat menyebabkan epidiidimitis dan prostattitis yang berhubungan dengan gangguan transpor sperma. Penyakit saluran napas kronis termasuk bronkiektasis, sinusitis kronis dan bronkitis kronis. Keadaan seperti ini sering kali berhubungan dengan gannguan silia sperma seperti sindroma silia imotil, atau gangguan sekresi epididimis seperti pada pria dengan penyakit fibrokistik pankreas, dimana pada pria-pria ini angka kejadian disgenesis atau agenesis vas deferen meningkat.
Penyakit-penyakit non-genital lain yang dicurai berhubungan dengan interilitas harus dicatat. Diantara penyakit non genital tersebut termasuk kegagalan ginjal, penyakit hati dan kelainan metabolik lainnya.
Orkitis berhubungan dengan gondongan dicatat sebagai kemungkinan penyebab kerusakan testis dapatan dan bukan sebagai kelainan sistemik.
Kecanduan alkohol yang menyebabkan penyakit sistemik pada beberapa organ termasuk hati dan mungkin secara tidak langsung padda testis, harus dicatat terpisah.
Demam tinggi
Demam tinggi melebihi 38°C dapat menekan spermatogenesis sampai 6 bulan lamanya. Harus dirinci penyakit atau keadaan yang menyebabkan panas yang tinggi (hipertermia), lama dan pengibatannya. Misalnya, pengaruh negatif dari influenza lebih kecil dibanding malaria berat.
Pemberian obat-obatan
Beberapa obat-oabatan dapat menyebabkan kerusakan spermatogenesis sementara ataupun permanen.
Beberapa obat yang dapat mengganggu fertilitas, tertera pada Tabel 1.3. Jika ada riwayat pengobatan dengan salah satu obat tersebut, harus dipertimbangkan apakah cukup aman untuk menghentikan pemberian obat tersebut atau ada sediaan alternatif tanpa efek merugikan pada fungsi seksual atau kualitas semen (misalnya pemberian 5 asetil asam salisilat sebnagai pengganti sulfasalasin pada pria dengan penyakit crohn).
Kemoterapi kanker
Kanker testis, penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin dan leukemia dapat mengenai orang muda, dan penyakit-penyakit tersebut atau pengobatannya mungkin mengganggu fertilitas radiasi daerah genitalia sering menyebabkan penghentian permanen spermatogenesis dengan sterilitas. Di antara pengobatan kemoterapi kanker, bahan alkalating biasanya menyebabkan kerusakan permanen. Jika memungkinkan harus ditawarkan simpan beku semen sebelum pengobatan.
Kanker testis banyak ditemukan pada beberapa negara dan makin lama makin banyak pria dengan riwayat kometerapi kanker terdahulu datang ke klinik fertilitas. Beberapa pria datang dengan infertilitas mempunyai faktor predisposisi keganasan testis seperti maldesensus testis, dan tumor mungkin ditemukan pada saat pemeriksaan fisik sebagai temuan insidentil. Karsinoma in situ testis juga telah dilaporkan berhubungan dengan infertilitas.
Tabel 1.3. Beberapa obat-obatan yang mungkin mempunyai efek samping mengganggu fertilitas
Nama obat | Kaitan dengan fertilitas pria |
Kemoterapi kanker | Lihat naskah |
Pengobatan hormon | Korikosteorid dosis tinggi, androgen dan antiandrogen, progesterogen, estrogen, dan agonis LHRH, misalnya, steroid anabolik sering diminum atlet dan pria muda dengan latihan berat. Steroid-steroid ini dapat mengganggu umpan balik hipofise yang menyebabkan penurunan sekresi gonadotropin dan atrofi testis yang biasanya dapat pulih. |
Simetidin | Dapat secara kompetitif menghambat efek androgen pada reseptornya. |
Sulfasalasin | Menyebabkan penurunan kualitas sperma melalui toksisitas langsung. |
Spironolakton | Dapat melawan kerja androgen pada beberapa jaringan. |
Nitrofurantoin | Menyebabkan penurunan kualitas sperma melalui toksisitas langsung. |
Niridasol | Obat antikistosomiasis yang menghambat spermatogenesis pada gonad skistosoma, dan dapat menyebabkan penurunan fertilitas sementara pada seorang pria. |
Kolkisin | Juga dilaporkan menyebabkan penurunan fertilitas melalui toksisitas langsung pada spermatogenesis. |
Catatan :
Obat-obat lain yang dapat mengganggu fungsi reproduksi termasuk beberapa obat antihipertensi dan obat penenang yang menggangu potensi ereksi.
Riwayat Bedah
Penurunan fertilias dapat terjadi setelah prosedur bedah, terutama bila dilakukan pembiusan total. Prosedur-prosedur bedah berikut dapat mempengaruhi fertilitas secara langsung. Ejakulasi retrograde dapat terjadi setelah pengobatan katup uretra pada masa bayi, setelah prostatektomi untuk prostatitis kronis, atau setelah insist leher buli-buli karena pembuntuan.
Operasi striktur uretra dapat menimbulkan penimbunan ejakulasi pada bagian lunak uretra dan kontaminasi dengan urine. Gangguan ejakulasi dapat terjadi setelah bedah rekonstruksi untuk hipospadi, epispadi dan ekstropi vesikuler. Operasi hernia dapat menimbulkan kerusakan vas deferen dengan obstruksi total atau parsiel, atau reaksi imunologis dengan produksi antibodi antisperma. Hal ini dapat jjuga terjadi setelah hidrokelektomi atau setiap pembedahan genital atau inguinal. Vasektomi adalah penyebab terbanyak obstruksi bedah dan juga mengakibatkan pembentukan antibodi antisperma. Simpatektomi lumbal setelah limfadenektomi atau pembedahan retroperitoneal berat mengakibatkan gangguan ejakulasi, baik retrograd maupun anejakulasi.
Perlu dicatat tanggal operasi serta setiap komplikasi pasca bedah. Operasi verikokel, torsi testis dan maldesensus testis harus dicatat secara terpisah. Operasi-operasi lain perlu dicatat bika dicurigai berhubungan dengan infertilitas.
Infeksi saluran kemih
Pasien harus ditanya tentang setiap riwayat disuri, keluar nanah dari uretra, piuri, hematuri, sering kencing dan lain-lain. Berapa kali pernah terjadi serrba pengobatan yang diberikan harus dicatat. Pengobatan tidak memadai atau kejadian berulang dapat dihubungkan dengan infeksi kelenjar asesori
Penyakit hubungan seksual
Informasi tentang sifilis, gonorea dan klamidia atau penyakit hubungan seksual lain seperti limfagranuloma venerum, mikroplasma atau uretritis non spesifik perlu dikumpulkan. Harus dibuat catatan tentang berapa kali terjadi, berapa bulan setelah kejadian terakhir, dan pengobatannya.
Pasien-pasien ini mungkin pula mengidap HIV, dan harus diberikan perbaikan khusus waktu menangani sampelnya.
Penyakit hubungan seksual dapat menurunkan fertilitas pria dengan cara berikut :
- Dengan menimbulkan luka inflamasi pada epididimas mengakibatkan azoospermia obstruktif.
- Dengan merangsang pembentukan antibodi antisperma
- Dengan menimbulkan uretritis, striktura urettra dan gangguan ejakulasi
Saat ini lebih disadari bahwa klamidia adalah penyebab utama epididimitis. Organismenya sulit dideteksi, dan hampir dapat dipastikan bahwa angka kejadian sesungguhnya dilaporkan lebih rendah karena kesulitan teknik identifikasi di laboratorium.
Epididimitis
Kebanyakan pasien sulit untuk membedakan epididimitis dan orkitis. Klinisi harus mencoba untuk membedakan antara kedua keadaan klinis tersebut, yakni nyeri skrotum akut menyeluruh dan hebat yang menjurus ke epididimo-orkitis, dan nyeri lokal, berulang yang menjurus ke dugaan epididimitis.
Kelainan yang mungkin menyebabkan kerusakan testis
Orkitis klasik biasanya berhubungan dengan gendongan (mumps) tetapi dapat disebabkan oleh infeksi virus lainnya, misalnya koksaki atau herpers. Menyusul serangan gondongan dengan orkitis, pemulihan fartilitas dapat bervariasi, beberapa pria tetap steril, tetapi pada beberapa kasus dibutuhkan waktu pemulihan untuk produksi/pembentukan sperma dapat mencapai dua tahun.
Gondongan sebelum pubertas, dan gondongan tanpa disertai orkitis tidak mengganggu fertilitas dan tidak perlu dicatat.
Rudapaksa testis
Infertilitas yang disebabkan oleh trauma testis bilateral jarang terjadi. Riwayat trauma skrotum kecil sering terjadi tetapi hal ini tidak menimbulkan masalah fertilitas. Trauma testis bilateral harus dicatat bilamana disertai gejala-gejala kerusakan jaringan seperti hematom skrotum, hematospermi atau hematuri. Atrofi testis merupakan indikasi kuat tentang adanya hubungan terjadinya trauma tersebut. Trauma hebat, walaupun unilateral mungkin penting karena dapat menimbulkan gangguan blood testis barrier (sawar darah testis) dan merangsang pembentukan antibodi antisperma.
Torsi testis
Torsi testis adalah keadaan yang secara relatif jarang menjadi penyebab infertilitas. Masalah fertilitas dikemudian hari dapat dicegah dengan pengobatan dini (operasi) dalam waktu enam jam setelah mulainya gejala). Fiksasi testis kontralateral juga diperlukan.
Diagnosis ini harus selalu dipikirkan pada anak laki-laki prapubertas dan remaja yang mengalami pembengkakan disertai nyeri yang akut dalam skrotum.
Riwayat varikokel
Riwayat varikokel membutuhkan keterangan rinci tentang cara pengobatan, termasuk teknik bedah atau metode embolisasi, kemungkinan komplikasi, dan pada umur berapa pengobatan tersebut dilaksanakan. Harus pula dicatat setiap pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan teknik pengobatan. Varikokel pada masa lampau harus dianggap bukan sebagai penyebab kualitas semen abnormal jika hal ini menetap lebih dari dua tahun atau lebih setelah pengobatan efektif.
Kelainan desensus testis
Pasien hharus ditanya apakah kedua testis selalu berada di skrotum. Jika tidak, harus dirinci tentang usia. Cara dan hasil pengobatan, serta kemungkinan komplikasinya. Testis yang tidak mengalami desensus bilateral dan tidak diobati berhubungan dengan sterilitas, sedangkan penurunan fertilitas sering pada kasus-kasus uniteral tanpa pengobatan. Pengobatan sebelum pubertas dapat mencegah infertilitas dikemudian hari.
Terdapat risiko keganasan pada kelainan desensus testis, terutama pada testis intra-abdominal. Peningkatan risiko dapat tetap ada setelah testis diturunkan ke skrotum, dan juga ada pada testis kontralatteral pasien dengan kriptorkidi unilateral. Hal ini diperhatikan dalam penatalaksanaan.
Testis mungkin dapat retraktil, ektopik atasu berhenti penurunannya.
Testis Retraktil
Keadaan ini harus dibedakan dari kelainan desensus. Testis secara normal terletak di skrotum, tetapi karena timbul refleks-refleks kremaster, masing-masing dapat tertarik ke lingkaran inguinal luar. Refleks ini paling nyata pada usia lima sampai enam tahun, tetapi dapat menonjol pada usia dewasa. Peran testis retraktil sebagai penyebab infertilitas masih menjadi bahan perdebatan. Keadaan ini tidak boleh dicatat sebagai kelainan desensus testis.
Testis ektopik
Testis dianggap ektopik bila menyimpang dari jalur normal desensus. Tipe testis ektopik paling sering terletak pada permukaan superfisial kantong inguinal. Walaupun jarang, testis tersebut dapat ditemukan di tempat lain, misalnya kanalis femoralis, daerah pubik atau di tempat berlawanan dari skrotum.
Desensus tidak lengkap
Testis dapat berhenti pada setiap titik di jalur normal desensus antara dinding belakang abdomen dan lingkaran inguinal luar. Testis yang tak teraba dapat berada di kanalis inguinalis atau intra abdomen. Tidak adanya seluruh testis memang jarang terjadi, tetapi dapat dibedakan dari testis intra-abdomen dengan pemeriksaan hormon.
Faktor-faktor lain yang mungkin mengurangi fertilitas
Secara relatif masih sedikit yang diketahui mengenal kemungkinan efek lingkungan pekerjaan terhadap infertilitas pria. Lingkungan yang sangat panas dapat menekan spermatogenesis. Pemaparan kronis pada logam berat, seperti timah, kadmium dan air raksa atau bahan-bahan lain seperti pestisida, herbisida, karbon disulfat dapat juga mengurangi fertilitas.
Alkohol dalam jumlah banyak dapat mempengaruhi spermatogenesis dan juga menurunkan fungsi seksual melalui penghambatan biosintesis testosteron.
Apakah merokok tembakau merupakan faktor bermakna dalam infertilitas pria, masih belum diketahui dan terdapat informasi yang bertentangan mengenai hal ini dalam kepustakaan.
Telah dilaporkan bahwa merokok ganja berhubungan dengan penurunan fertilitas. Pria yang kecanduan obat-obatan opium sering mengalami episode berulang septisemi dan keadaan kesehatan yang jelek, dan sulit untuk diketahui apakah kerusakan fertilitasnya merupakan akibat langsung dari obat-obatan tersebut atau disebabkan oleh kelalaian sendiri.
Fungsi seksual dan ejakulasi
Kesulitan senggama atau ejakulasi yang menyebabkan infertilitas terbukti ada pada sekitar 2% pasangan suami-isteri. Keadaan ini dapat berkaitan dengan penyakit yang jelas seperti paraplegi atau kelainan-kelainan nerologis lain yang didapat.
Masalah-masalah ini tidak selalu jelas pada wawancara, dan mungkin baru terdeteksi selama pemeriksaan karena si pria tersebut tidak mampu atau tidak bersedia menyediakan sampel semen untuk analisa, atau karena pihak isteri ternyata diketahui masih mempunyai selaput dara yang utuh, atau mungkin pada hasil uji pasca sanggama abnormal yang tidak dapat dijelaskan.
Jika rata-rata frekuensi sanggama dilakukan dua kali atau kurang per bulan, keadaan ini harus dicatat sebagai tidak memadai. Ini mungkin merupakan faktor penyebab pada infertilitas pasangan. Namun, ada beberapa pasangan yang berkonsentrasi pada masa subur, dan pengertian akan penentuan waktu ovulasi mungkin konsisten dengan frekuensi senggama. Pada situasi seperti ini, frekuensi yang rendah dapat dianggap memadai.
Untuk tujuan pemeriksaan infertilitas, ereksi penis dianggap memadai apabila cukup untuk melakukan senggama per vagina. Impotensi erektil membutuhan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui kemungkinan mekanisme penyebabnya.
Agar memadai, ejakulasi harus terjadi intra-vagina anejakulasi, ejakulasi dini, misalnya terjadi sebelum penetrasi, ejakulasi ekstra vagina, misalnya berhubungan dengan hipospadi berat, dan ejakulasi retrograd harus dicatat sebagai keadaan yang tidak memadai. Sama halnya dengan pria yang mengalami ipotensi erektil, pasien dengan gangguan ejakulasi membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut untuk meteksi kemungkinan penyebabnya.
Masalah psikologis jarang menjadi penyebab utama infertilitas. Namun, masalah psikologis sering kali terjadi setelah pemeriksaan infertilitas yang panjang, dan mungkin mengakibatkan disfgungsi seksual maupun ejakulasi. Konseling merupakan aspek penting dalam penatalaksana pasangan dengan masalah fertilitas..
KRITERIA OBYEKTIF UNTUK KATEGORI DIAGNOSA PADA PENATA LAKSANAAN SEDERHANA INFERTILITAS PRIA
Berdasarkan batasan kerja seperti dijelaskan terdahulu, prosedur pe-meriksaan dan diagnosis pasangan infertil telah dievaluasi dengan cermat. Perhatian khusus ditujukan pada keterkaitan dari beberapa riwayat dan gejalah-gejalah klinis kepala diagnosis dan penatalaksanaan pasien infertil, dan jalur diagnostik dan batasan yang telah dirasionalisasi.
Bila diperlukan, dua sampel semen dianalisis menurut prosedur seperti di jelaskan pada Penuntun Laboratorium WHO untuk pemeriksaan Semen Manusia dan Interaksi Sperma Getah Serviks (Cambridge Univesity Press, 3rd edn., 1992). Masing-masing sampel semen diklasifikasi secara terpisah ke dalam salah satu dari delapan kategori di bawah, dan sampel urutan teratas digunakan untuk menentukan klasifikasi semen pria tersebut.
Spermatozoa terbungkus antibodi
MAR atau uji Immunobead: 10% spermatozoa motil dengan antibodi melekat.
Semen normal: spermatozoa normal dengan plasma semen normal
Spermatozoa
Konsetrasi :≥ 20,0 juta/ml
dan motilitas :≥ 25% motilitas derajat A, >50% motilitas derajat
A+B
dan morfologi: ≥ 30% bentuk sperma normal
dan uji MAR/IB: ≤ 10% spermatozoa motil dilekati antibioti dan
tidak ada aglutinasi.
Plasma semen
Volume ≥ 2,0 ml
dan penampilan dan konsistensi: keduanya normal
dan pH: antara 7,2 sampai dengan 7,8
dan biokimia: normal
dan sel darah putih: kurang dari 1 juta/ml
dan biakan: negatif, yaitu kurang dari 1000 bakteri per ml.
Spermatozoa normal dengan aglutinasi, atau plasma semen abnormal atau sel darah putih
Spermatozoa
Seperti paada semen normal dan aglutinasi = ya
Plasma semen atau volume : 2,0 ml
Atau penampilan dan/atau konsistensi: abnormal’
Atau pH : kurang dari 7,2 atau pH lebih dari 7,8
Atau biokimia : abnormal
Atau sel darah putih: > 1 juta/ml
Atau bikan: postif, yaitu lebih dari 1000 bakteri per ml
Teratozoospermia
Spermatozoa
Konsentrasi: ≥ 20,0 juta/ml
Dan motilitas: ≥25% motilitas derajat A (gerakan cepat lurus)
Dan morfologi: <>
Asthenozoospernia
Spermatozoa
Konsentrasi: ≥ 20,0 juta/ml
Dan motilitas: <>
Oligozoopermia
Spermatazoa
Konsentrasi : <>
Azoospermia
Spermatozoa
Konsentrasi: = 0,0 juta/ml
Dan plasma semen
Volume: > 0,0 ml
Aspermia
Plasma semen
Volume: = 0,0 ml.
Klasifikasi semen menyeluruh diambil dari klasifikasi urutan teratas dari dua sampel di mana “spermatozoa terbungkus antibodi” menduduki urutan teratas dan “aspermia” terbawah.
Berdasarkan klasifikasi semen dan riwayat lengkap dan pemerksaan fisik dan uji-uji diagnostik tambahan, salah satu kategori diagnostik di bawah ditetapkan menurut bagan alir (lihat halaman 36). Dianjurkan untuk mencapai profil diagnostik lengkap bagi setiap pasien dengan mengikuti alur logika dari bagan tersebut. Beberapa diagnosis penyebab dapat terjadi bersamaan.
Disfungsi seksual dan/atau ejakulasi
Diafungsi seksual
Ereksi tidak memadai dan/atau frekuensi sanggama tidak memadai karena sebab-sebab fisik dan psikoseksual;
Gangguan ejakulasi
Sanggama berjalan normal tetap tidak terjadi ejakulasi (anejakulasi) atau ejakulasi terjadi di luar vagin disebabkan baik oleh faktor fungsionil maupun anatomis (misalanya hipospadi)
Ejakulasi retrograd
Bentuk khusus gangguan ejakulasi di mana semen tidak diejakulasikan ke luar tubuh melainkan ke dalam kandung kemih. Pada kasus seperti ini, pasien datang dengan aspermia dan air kemih pasca-orgasmus mengandung spermatozoa.
Semua Diagnosis Lain Memerlukan Fungsi Seksual dan Ejakulas yang Memadai
Sebab imunologis
Didiagnosa bila terjadi lebih dari 10% spermatozoa motil dilekati antibodi sekurang-kurangnya oleh satu sampel semen.
Diagnosis ini harus dipastikan dengan uji-uji tambahan.
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa terbungkus antibodi
Sebab yang tak dapat dipertunjukkan
Hal ini sahih bila fungsi seksual dan ejakulasi memadai dan klasifikasi semen normal.
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut :
- Fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan semen normal
Kelainan-kalainan plasma semen saja
Ini termasuk spermatozoa normal, tetapi komposisi fisik, biokimia dan bakteri-ologis plasma semen abnormal, atau jumlah sel darah putih meningkat atau aglutinasi dengan Immunobead atau uji MAR negatif pada pasien dengan spermatozoa normal. Pasien-pasien tersebut tidak memenuhi kriteria diagnosis infeksi kelenjar seks asesori atau untuk kelainan lain. Makna abnormalitas plasma semen sebagai penyebab infertlitas masih belum diketahui.
Diagnosis ini menyebabkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa normal
- dan plasma semen abnormal atau aglutinasi atau sel darah putih
Diagnosis-diagnosis Etiologi Berikut Dibuat Jika Klasifikasi semen Azoo-spermia Atau Spermatozoa Abnormal
Sebab iatrogenik
Istilah ini digunakan jika spermatozoa abnormal disebabkan oleh tindakan medis atau bedah.
Diagnosa ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual da ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal
- dan riwayat pengobatan dengan kemungkinan efek samping pada fertilitas
- dan/atau riwayat bedah dengan kemungkinan efek samping pada fertilitas
Sebab sistemik
Hal ini harus dicatat jika spermatozoa abnormal dianggap berhubungan dengan penyakit sistemik dan/atau konsumsi alkohol berlebihan dan/atau penyalah gunaan obat dan/atau faktor-faktor lingkungan dan/atau demam tinggi, atau jika pasien menderita sindrom silia imotil (asthenozoospermia) dengan kurang dari 10% gerak maju dan riwayat penyakit saluran napas atas kronis)
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal
- dan riwayat penyakit sistemik
- dan/atau demam tinggi dalam waktu enam bulan terakhir
- dan/atau faktor-faktor lingkungan dan/atau pekerjaan
- dan/atau konsumsi alkohol berlebihan
- dan/atau penyalah gunaan obat
Kelainan-kelainan kongenital
Ini termasuk riwayat atau keadaan klinis dari kelainan desensus testis, kelainan kariotip, dan azoospermia karena agenesis kongenital vesika seminalis dan/atau vas deferen.
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal
- dan riwayat kelainan desensus testis
- dan/atau kelainan letak testis dan kedua testis teraba
- dan/atau tak ada riwayat kerusakan testis dan testis tak teraba
- dan tak ada riwayat pembedahan-orkiektomi
- atau azoospermia dengan volume testis normal
- dan volume ejakulat <>
- atau kelainan kariotip lekosit.
Kerusakan testis dapatan
Hal ini harus dicatat jika spermatozoa abnormal dianggap karena gondongan dengan orkitis aatau kelainan yang mungkin menyebabkan kerusakan testis sehingga volume testis kurang dari 15ml, atau satu atau kedua testis tak teraba.
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal
- dan riwayat kelainan yang mungkin menyebabkan kerusakan testis
- dan setidaknya satu testis dengan volum <>
- atau riwayat kelainan yang mungkin menyebabkan kerusakan testis dengan orkitis gondongan
Varikokel
Untuk diterima sebagai penyebab infetilitas, keadaan ini harus dihubungkan dengan analisis semen abnormal. Jika seorang pria dengan varikokel mempunyai semen normal, varikokel tidak danggap sebagai penyebab infertilitas, dan pasien itu disebut sebagai tidak ada kelainan yang dapat dipertunjukkan.
Diagnosis ini membutuhkan syaarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal
- dan adanya varikokel, baik teraba maupun subklinis
Infeksi kelenjar seks asesori
Diagnosis ini dibuat bila pasien dengan oligo-atau astheno atau teratozoospermia dan memenuhi kriteria berikut:
A. Riwayat dan gejala fisik
riwayat infeksi saluran kemih
dan/atau epididimitis
dan/atau penyakit hubungan seksual
dan/atau penebalan atau nyeri epididimis
dan/atau penebalan vas deferen
dan/atau kelainan hasil pemeriksaan rektal
B. Cairan prostat
Cairan pijatan prostat abnormal dan/atau air kemih abnormal setelah pemijatan prostat.
C. Tanda-tanda ejakulat
1. Lebih dari 1 juta/ml sel darah putih
2. Biakan dengan pertumbuhan bermakna dari bakteri patogen
3. Penampilan dan/atau viskositas dan/atau pH abnormal dan/atau biokimia plasma semen yang abnormal
Salah satu kombinasi berikut harus ada:
riwayat atau gejala fisik dengan tanda prostat
atau riwayat atau gejala fisik dengan tanda ejakulat
atau tanda prostat dengan tanda ejakulat
atau paling tidak dua tanda-tanda ejakulat di setiap ejakulat yaitu
satu A dan satu B
atau satu A dan satu C
atau satu B dan satu C
atau dua C dalam setiap ejakulat
Sebab endokrin
Pasien dengan penyebab infertil endokrin dapat datang dengan gejala hipo-gonadisme, tetapi diagnosis ditegakkan setelah hasil serum FSH menunjukkan tidak ada peningkatan dan plasma testosteron rendah atau kadar prolaktin meningkat. Pemeriksaan selanjutnya perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab yang tepat (misalnya lapangan pandang, foto sela tursika, uji LHRH dan TRH).
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal
- dan testosteron plasma rendah dengan serum FSH tidak meningkat
- dan/atau prolaktin berulang meningkat
Diagnosis deskriptif hanya diberikan jika diagnosis-diagnosis terdahulu tidak dapat ditetapkan dan klasifikasi semen adalah oligo-, astheno-, terato- atau azzoospermia.
Oligozzspermia idiopatik
Diagnosis ini dibuat jika konsenrtasi sperma kurang dari 20 juta/ml, tetapi lebih dari 0,0.
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal: oligozoospermia
- dan tidak ada diagnosis lain yang dapat diterapkan
Asthenozoospermia idopatik
diagnosis ini dibuat jika konsentrasi sperma normal, tetapi motilitas rendah (kurang dari 25% spermatozoa dengan gerak kedepan cepat lurus).
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal: asthenozoospermia
- dan tidak ada diagnosis lain yang dapat diterapkan
Teratozoospermia idiopatik
Diagnosis ini dibuat jika konsentrasi dan motilitas sperma normal, tetapi morfologi rendah (kurang dari 30% spermatozoa normal).
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan spermatozoa abnormal: teratozoospermia
- dan tidak ada diagnosis lain dapat diterapkan
Azoospermia obstruktif
Diagnosis ini dibuat jika klasifikasi sperma adalah azoospermia dan biopsi testis menunjukkan komplemen spermatogenik lengkap pada sebagian besar tubulus seminiferus. Karena biopsi testis hanya dilakukan pada pasien dengan volume testis normal dan FHS normal, keadaan tersebut juga diterapkan untuk diagnosis.
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan azoospermia
- dan ditemukan spermatozoa pada biopsi testis
- dan volume testis total ≥ 30 ml
- dan plasma FSH normal
- dan tidak ada diagnosis lain dapat diterapkan
Azoospermia idiopatik
Diagnosis ini dibuat jika azoospermia si pasien tidak diketahui penyebabnya, yaitu bila ia tidak memenuhi syarat untuk dilakukan biopsi testis karena volume testis rendah atau FSH meningkat, atau biopsi menunjukkan tidak ada spermatozoa pada tubulus seminiferus.
Diagnosis ini membutuhkan syarat berikut:
- fungsi seksual dan ejakulasi memadai
- dan azoospermia
- dan/atau serum FSH meningkat
- dan/atau volume testis total <>
- dan tidak ditemukan spermatozoa pada biopsi testis
- dan tidak ada diagnosis lain yang dapat diterapkan
Sumber : Penuntun WHO untuk Pemeriksaan dan Diagnosis Baku Pasangan Infertil (Patrick J. Rowe, Frank H. Comhaire) diterjemahkan oleh dr. Aucky Hinting, Ph.D tahun 1995.